Memahami ‘Female Orgasme’

Selama bertahun-tahun, banyak perempuan tumbuh dengan perasaan malu terhadap tubuh mereka sendiri.

Mereka jarang, atau bahkan tidak pernah, diajarkan secara terbuka mengenai bagian tubuh seperti vulva atau klitoris, apalagi tentang kenikmatan seksual.

Di sekolah, pembicaraan soal seks sering dibatasi pada hal-hal teknis seperti menstruasi, kehamilan, dan bagaimana menghindari penyakit.

Di rumah, tema ini sering kali dianggap tabu.

Akibatnya, banyak perempuan tidak tahu bagaimana tubuh mereka bekerja—dan lebih dari itu, mereka tidak merasa punya hak untuk tahu.

Padahal, memahami tubuh sendiri bukan hanya penting untuk kepuasan seksual, tapi juga untuk kesehatan secara menyeluruh—baik fisik, emosional, maupun mental.

Sayangnya, kurangnya informasi dan stigma budaya membuat topik ini sulit dibicarakan secara terbuka.


Sebuah Pengalaman Pribadi: Dari Rasa Malu Menjadi Pendidikan

Dorian Solot, salah satu penulis buku I <3 Female Orgasm, mengisahkan bagaimana ia tumbuh sebagai gadis kecil yang penasaran tentang seks, namun tidak mendapat informasi yang cukup.

Ketika ia bertanya soal seks kepada orang dewasa, jawabannya biasanya dihindari atau dianggap lucu.

Saat ia akhirnya menikah dan menjalani kehidupan dewasa, ia masih merasa canggung bahkan untuk menyebutkan bagian tubuhnya sendiri.

Baru ketika ia terjun ke dunia pendidikan seks secara profesional, ia mulai merasa nyaman dan percaya diri berbicara tentang seks dan tubuh perempuan.

Ini bukan perubahan yang instan, tapi terjadi lewat proses pembelajaran, berdialog, dan mendengarkan pengalaman orang lain.

Ketika ia mulai memberikan pelatihan dan seminar tentang orgasme perempuan di berbagai kampus, tanggapan yang ia terima sangat luar biasa.

Ternyata, banyak orang—baik laki-laki maupun perempuan—yang ingin tahu lebih banyak soal topik ini, tapi tidak tahu harus bertanya kepada siapa.


Mengapa Orgasme Perempuan Masih Jadi Hal yang Jarang Dibicarakan?

Di tengah dunia yang secara ironis dipenuhi iklan, film, dan media yang menjual seks secara eksplisit, pembicaraan yang jujur tentang kenikmatan seksual perempuan justru jarang terjadi.

Kita lebih sering melihat tubuh perempuan dijadikan objek ketimbang subjek yang memiliki keinginan dan kebutuhan sendiri.

Bahkan di lingkungan akademik yang terbuka dan progresif, seminar tentang orgasme perempuan tetap menjadi topik yang “sensitif.”

Tapi reaksi yang didapat para fasilitator justru menunjukkan betapa banyak orang yang merasa haus akan informasi ini.

Banyak peserta seminar yang merasa lega dan terharu karena akhirnya bisa membicarakan hal yang selama ini mereka pendam.


Orgasme Bukan Sekadar Soal Seks

Orgasme bukan hanya tentang mencapai klimaks saat berhubungan intim.

Ia adalah simbol dari hubungan yang sehat antara seseorang dengan tubuhnya sendiri.

Ketika seorang perempuan memahami bagaimana tubuhnya bekerja—apa yang membuatnya merasa nyaman, apa yang tidak—ia cenderung lebih percaya diri, lebih sehat secara emosional, dan memiliki hubungan yang lebih memuaskan dengan pasangannya.

Sebaliknya, ketika perempuan merasa malu, takut, atau bahkan jijik terhadap tubuhnya sendiri, hal itu bisa berdampak buruk.

Tidak hanya pada kehidupan seksual, tapi juga pada kesehatan mental, hubungan pribadi, bahkan cara mereka melihat diri mereka secara keseluruhan.


Menghadirkan Pengetahuan, Menghapus Rasa Malu

Melalui buku dan pelatihan yang mereka buat, Dorian Solot dan rekannya mencoba untuk mengubah cara kita memandang seksualitas perempuan.

Mereka tidak menyajikan informasi secara kaku atau terlalu ilmiah.

Sebaliknya, mereka membawakannya dengan ringan, menyenangkan, dan penuh empati.

Mereka ingin semua orang—baik perempuan maupun pasangannya—merasa nyaman dan tidak dihakimi ketika membicarakan tubuh dan kenikmatan seksual.

Tujuan mereka sederhana tapi penting:
Membantu perempuan memahami bahwa mereka berhak atas tubuh mereka sendiri,
berhak atas kenikmatan,
dan berhak untuk merasa aman serta didengar dalam kehidupan seksual mereka.


Mengajak Pasangan untuk Ikut Belajar

Topik orgasme perempuan bukan hanya tanggung jawab perempuan sendiri.

Justru pasangan juga harus terlibat.

Banyak pasangan yang sebenarnya ingin membuat pasangannya bahagia, tapi tidak tahu harus mulai dari mana.

Di sinilah komunikasi menjadi kunci.

Ketika pasangan bisa berdialog secara terbuka, tanpa rasa malu atau takut menghakimi, maka hubungan menjadi lebih kuat dan sehat.

Ini bukan hanya soal teknik, tapi soal rasa hormat, perhatian, dan kemauan untuk belajar bersama.


Sudah saatnya kita berhenti menganggap pembicaraan soal kenikmatan seksual perempuan sebagai hal yang tabu.

Justru dengan membuka ruang diskusi yang sehat, kita membantu lebih banyak orang untuk:

  • Mengenal tubuhnya
  • Membangun hubungan yang saling menghormati
  • Menjalani hidup yang lebih utuh

Perempuan berhak tahu bagaimana tubuh mereka bekerja.

Mereka berhak menikmati hubungan seksual yang sehat dan menyenangkan.

Dan yang paling penting, mereka berhak merasa bahwa tubuh mereka adalah milik mereka sendiri—bukan milik budaya, media, atau pasangan mereka.


Lebih dari Sekadar Orgasme

Meskipun mungkin terdengar agak ironis, kalau kamu berpikir seks hanya soal orgasme, kamu melewatkan banyak hal.

Begini kenyataannya: Orgasme—baik pada perempuan maupun yang lainnya—sangat, sangat menyenangkan.

Rasanya luar biasa; bahkan bisa jadi salah satu sensasi fisik paling nikmat yang pernah kamu alami.

Bagi banyak orang, orgasme juga menjadi pengalaman emosional dan spiritual yang kuat.

Tapi orgasme bukan satu-satunya tujuan dari seks.

Kalau kamu terlalu terobsesi dengan orgasme, kamu bisa kehilangan banyak hal lain: sensasi saat menyentuh dan disentuh.

Pengalaman menikmati naik turunnya gairah dengan kejutan-kejutan yang tidak terduga.

Ketenangan dan kebahagiaan dalam kedekatan yang intim.

Seperti yang diketahui para pasangan terbaik, kamu tetap bisa mengalami seks yang luar biasa meskipun tanpa orgasme.

Kami pernah melihat obsesi terhadap orgasme membuat orang tersesat.

Sering kali ini terjadi saat pasangan mengalami pengalaman seksual di mana orgasme yang diharapkan tidak terjadi.

Seorang pria bisa saja tiba-tiba kehilangan ereksi tanpa alasan.

Atau seorang perempuan tidak bisa orgasme lewat seks oral, padahal biasanya berhasil.

Lalu mereka panik dan datang kepada kami.

“Apakah dia masih menganggapku menarik?”

“Apakah dia masih mencintaiku?”

“Apa yang salah denganku, dengannya, dengan kami?”

Semakin besar rasa panik, semakin tegang mereka saat berhubungan seks berikutnya.

Semakin tegang mereka, semakin kecil kemungkinan orgasme akan terjadi lagi.

Lingkaran setan pun dimulai.

Itulah sebabnya setiap orgasme bukanlah inti dari segalanya.

Kalau malam ini kamu orgasme, bagus!

Kalau tidak, tertawalah.

Atau tarik napas panjang.

Tidak masalah, dan perjalanannya bisa sama manisnya dengan tujuannya.

Ada terlalu banyak kesenangan, kenikmatan, dan keintiman—baik sendirian atau bersama pasangan—untuk dihabiskan hanya untuk khawatir soal satu orgasme.

Dengan pemikiran itu, bacalah pada blog ini bukan hanya untuk belajar bagaimana mencapai orgasme, tapi juga bagaimana menikmati seks yang menyenangkan.

Dengarkan tubuhmu sendiri, santai saja, dan bersenang-senanglah, maka kamu tidak akan kecewa.

Terakhir tapi tak kalah penting: kalau ada yang kami katakan bertentangan dengan apa yang dikatakan oleh orang telanjang di tempat tidurmu, percayalah pada orang telanjang itu.

Setiap orang lebih tahu tubuhnya sendiri dibanding siapa pun, termasuk kami.

error: Content is protected !!